Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkisah,
“ودَخَلتُ يَومًا عَلى بَعضِ أصحابِنا، وقَد حَصَلَ لَهُ وَجْدٌ أبْكاهُ. فَسَألْتُهُ عَنْهُ؟ فَقالَ: ذَكَرتُ ما مَنَّ اللَّهُ بِهِ عَلَيَّ مِنَ السُّنَّةِ ومَعرِفَتِها، والتَّخَلُّصِ مِن شُبَهِ القَومِ وقَواعِدِهِمُ الباطِلَةِ، ومُوافَقَةِ العَقلِ الصَّرِيحِ، والفِطرَةِ السَّلِيمَةِ، لِما جاءَ بِهِ الرَّسُولُ ﷺ. فَسَرَّنِي ذَلِكَ حَتّى أبكانِي.”
“Suatu hari aku masuk menemui seorang temanku dan telah terjadi suatu peristiwa yang membuatnya menangis. Aku pun bertanya kepadanya tentang penyebab tangisannya. Maka dia menjawab,
‘Aku ingat karunia yang telah Allah berikan kepadaku berupa Sunnah dan pengetahuan tentangnya, keselamatan dari berbagai syubhat kelompok (sesat) dan prinsip-prinsip mereka yang batil dan keselarasan akal yang sehat dan fitrah yang selamat dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, maka semua itu membuatku gembira sehingga akupun menangis.”
[Madarijus Salikin 3/127]