![]() |
Lebih Baik Kepala Ditusuk Jarum |
Islam adalah agama yang mengatur semua aspek kehidupan manusia, termasuk hubungan antara laki-laki dan perempuan. Salah satu prinsip penting dalam Islam adalah menjaga batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Dalam konteks ini, pernyataan dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu’anhu menjadi sebuah pelajaran penting yang menunjukkan betapa seriusnya masalah ini. Beliau berkata,
“Salah seorang dari kalian mengambil jarum lantas menancapkannya di kepalaku, itu lebih aku sukai daripada kepalaku dicuci (disentuh) oleh seorang wanita yang bukan mahramku.” Ibnu Abi Syaibah, 17604
Ma’qil bin Yasar radhiyallahu’anhu adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dikenal dengan ketakwaannya. Pernyataan beliau muncul dalam konteks menjaga batasan syariat terkait interaksi antara laki-laki dan perempuan non-mahram. Seorang laki-laki tidak diperbolehkan menyentuh wanita yang bukan mahramnya sebagaimana ditegaskan oleh beliau di atas.
Hadis ini juga mencerminkan betapa para sahabat sangat menjaga diri dari hal-hal yang dapat membawa kepada dosa. Mereka memahami bahwa menjaga kehormatan diri dan orang lain adalah bagian dari ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Pernyataan Ma’qil bin Yasar radhiyallahu anhu mengajarkan bahwa menjaga batasan syariat adalah prioritas utama, bahkan jika harus menghadapi konsekuensi yang menyakitkan sekalipun. Hal ini mencerminkan keimanan yang kuat dan komitmen terhadap ajaran Islam.
Interaksi fisik antara laki-laki dan perempuan non-mahram dapat menimbulkan fitnah dan godaan. Bahkan dapat menjerumuskan seseorang dalam perbuatan zina. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
Maka semua perbuatan yang dapat mendekatkan kepada perbuatan zina di larang dalam Islam. Termasuk di antaranya adalah laki-laki menyentuh wanita yang bukan mahramnya.
Sahabat Nabi seperti Ma’qil bin Yasar radhiyallahu anhu memberikan teladan dalam menjalankan syariat yang mulia ini. Mereka memahami bahwa ketaatan kepada Allah Ta’ala adalah prioritas utama dalam hidup.
Di era modern, menjaga batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan non-mahram menjadi semakin sulit. Media sosial, pergaulan bebas, dan norma sosial yang semakin longgar seringkali menggiring umat Islam untuk melanggar batasan syariat ini.
Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk mengetahui siapa saja yang termasuk mahram dan bagaimana interaksi yang diperbolehkan dalam Islam. Pendidikan agama yang kuat dapat membantu umat Islam memahami pentingnya menjaga kehormatan dan batasan syariat. Memilih lingkungan sosial yang mendukung penerapan nilai-nilai Islam adalah salah satu cara untuk tetap istiqamah di atas kebenaran.
Pernyataan Ma’qil bin Yasar radhiyallahu’anhu mengajarkan kepada kita betapa pentingnya menjaga batasan syariat dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan non-mahram. Hal ini bukan sekadar aturan, tetapi bentuk ketaatan kepada Allah Ta’ala dan upaya untuk menjaga kehormatan diri serta orang lain.
Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk tetap istiqamah dalam menjalankan syariat Islam. Aamiin