Mencela Ahli Bid’ah Setelah Kematiannya |
Dalam konteks ajaran Islam, upaya menjaga kesantunan dan hormat terhadap orang yang telah meninggal dunia adalah suatu nilai yang sangat dijunjung tinggi. Imam an-Nawawi, seorang ulama terkemuka, menjelaskan pandangan yang berkaitan dengan mencela orang yang telah meninggal, terutama mereka yang terlibat dalam bid’ah atau kepercayaan sesat. Dalam kitabnya “Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim,” Imam an-Nawawi mengemukakan pandangan yang mendalam tentang masalah ini. Beliau mengatakan,
“Larangan untuk mencela mayit adalah berlaku pada selain orang munafik, kafir dan orang yang terang-terangan melakukan kefasikan atau bid’ah.
Adapun mereka (yang disebutkan di atas), maka tidaklah haram menyebutkan keburukan mereka. Untuk memperingatkan umat dari jalannya mereka dan agar tidak mengikuti jejak mereka.” [Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim 7/20]
Secara syar’i memang ada larangan dalam Islam untuk mencela orang yang telah meninggal. Namun, larangan ini memiliki beberapa pengecualian. Orang-orang yang diperbolehkan untuk dicela setelah kematian mereka adalah orang munafik, kafir, atau orang yang secara terang-terangan melakukan perbuatan kefasikan atau bid’ah. Dalam kasus-kasus ini, menyebutkan keburukan mereka tidak dianggap haram.
Imam an-Nawawi menegaskan bahwa tujuan dari menyebutkan keburukan mereka bukanlah untuk menjelek-jelekan atau meremehkan, tetapi untuk memberikan peringatan kepada umat agar tidak mengikuti jejak buruk yang mereka tinggalkan. Dalam pandangan ini, menyebutkan perbuatan bid’ah atau kefasikan seseorang yang telah meninggal adalah bagian dari tanggung jawab untuk menjaga kesucian ajaran agama dan melindungi umat dari penyesatan. Allahu a’lam