Musibah Dalam Pandangan Salaf

2 menit baca
Musibah Dalam Pandangan Salaf
Musibah Dalam Pandangan Salaf

Musibah dan cobaan merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam pandangan Islam, khususnya menurut ulama salaf (para pendahulu kita yang shalih), musibah tidak hanya dianggap sebagai ujian, tetapi juga sebagai nikmat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada hamba-Nya. Pandangan ini tercermin dalam penjelasan Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah, yang menyampaikan bahwa musibah duniawi memiliki kedudukan yang tinggi dalam perspektif keimanan dan ketakwaan. Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah menyatakan,

‏كانت مصائب الدنيا عندهم نعمًا، حتى قال بعضهم: ليس بفقيهٍ من لم يعد البلاءَ نعمة، والرخاء مصيبة

“Musibah duniawi menurut ulama salaf (para pendahulu yang saleh) adalah nikmat.
Sampai-sampai sebagian mereka mengatakan,
‘Siapa saja yang tidak menganggap cobaan sebagai nikmat dan kelapangan sebagai musibah, maka dia bukan orang yang faqih.” [Nurul Iqtibas 125]

Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah menjelaskan bahwa ulama tempo dulu menganggap musibah sebagai nikmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka meyakini bahwa musibah adalah cara Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menguji serta membersihkan hamba-Nya dari dosa-dosa dan kelemahan. Hal ini sejalan dengan hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاه

“Tidaklah seorang muslim itu ditimpa musibah baik berupa rasa lelah, rasa sakit, rasa khawatir, rasa sedih, gangguan atau rasa gelisah sampaipun duri yang melukainya melainkan dengannya Allah akan mengapus dosa-dosanya.” HR. Bukhari dan Muslim

Dalam kutipannya, Ibnu Rajab menyampaikan bahwa sebagian ulama salaf bahkan berpendapat bahwa seseorang tidak dapat disebut faqih (memiliki pemahaman yang mendalam) kecuali jika dia mampu memandang cobaan sebagai nikmat dan keadaan lapang sebagai musibah. Karena memang dibalik musibah itu ada nikmat yang patut disyukuri. Di antaranya adalah sebagai penghapus dosa, sebagai ladang pahala dengan kesabaran, pengingat agar bertaubat serta memperbanyak amal saleh dan selainnya.

Sikap menerima musibah dengan lapang dada adalah tanda keimanan yang kuat. Mereka meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ujian kepada hamba-Nya yang beriman sesuai dengan kebijaksanaan-Nya, bukan sebagai siksaan atau penghancur kehidupannya. Oleh karena itu, ketika dihadapkan dengan musibah, seorang muslim diharapkan bersabar agar memperoleh pahala dari Allah Ta’ala.

Penting untuk memahami bahwa setiap musibah membawa pelajaran dan ujian yang mendalam. Dengan menjadikan musibah sebagai bentuk nikmat dan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, seorang muslim dapat meraih ketenangan batin dan ketakwaan yang lebih mendalam. Allahu a’lam

Abu Ubay Afa

“Perbanyaklah kalian mengingat kepada sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu maut.” (HR. At-Tirmidzi)

Lainnya

  • Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari berbagai kebutuhan dan keinginan. Namun, terkadang kita merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan tersebut....
  • Al’ allamah Ahmad An Najmi rahimahumullah, “Tidaklah sempurna keadaan seorang laki-laki dan tidak akan baik kehidupannya kecuali dengan keberadaan...
  • Hijab bukanlah sekadar sebuah tradisi atau adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Ini adalah pandangan yang ditegaskan...
  • Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolany rahimahullah berkata, فإن أولى ما صرفت فيه نفائس الأيام، وأعلى ما خص بمزيد الاهتمام، الاشتغال...
  • Ibnul Qayyim rahimahulloh mengatakan: Dikatakan kepada Hasan: “Kami melihat engkau sebagai orang yang sering menangis.” Maka beliau pun mengatakan:...
  • Dari Abu Kinanah al-Qurasyi rahimahullah bahwa ia mendengar Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu’anhu mengatakan dalam khutbahnya pada hari raya kurban,...

Kirim Pertanyaan