Makna Zuhud Yang Sering Disalahpahami |
Zuhud adalah salah satu konsep penting dalam Islam yang sering kali disalahpahami oleh sebagian umat. Banyak yang menganggap zuhud sebagai upaya meninggalkan dunia sepenuhnya, mengabaikan kenyamanan hidup, dan hidup dalam kemiskinan atau asketisme yang ekstrem. Namun, pemahaman ini tidak sejalan dengan definisi zuhud yang sebenarnya dalam ajaran Islam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
“Zuhud yang disyariatkan adalah meninggalkan hasrat kepada apa saja yang tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat.” (Az-Zuhd wal Wara’, 1/73)
Dari penjelasan ini, terlihat bahwa zuhud bukanlah soal meninggalkan harta benda atau kenikmatan duniawi, tetapi tentang mengendalikan kalbu dan orientasi hidup. Orang yang zuhud tidak masalah memiliki harta dan merasakan kenyamanan dunia selama ia tidak terikat dengan secara berlebihan dengan dunia dan tetap memprioritaskan akhirat.
Zuhud menuntut seorang Muslim untuk bijak dalam memilih dan memanfaatkan apa yang ada di dunia. Harta, status sosial, dan kenikmatan duniawi menjadi sarana menggapai kemuliaan di akhirat bukan tujuan utama. Dengan demikian, zuhud menanamkan kesadaran bahwa dunia bersifat sementara, dan segala usaha yang dilakukan di dunia harus berorientasi pada manfaat akhirat.
Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia, pekerjaan, muamalah, atau kontribusi kepada masyarakat. Para shahabat radhiyallahu anhum dahulu ada yang kaya dan berharta seperti Ustman bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan selainnya namun mereka adalah orang yang zuhud. Karena mereka menempatkan harta di tangan bukan di kalbu. Mereka pun menjadikan harta sebagai sarana untuk meraih keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dengan menempatkan zuhud dalam komsep ini, seorang muslim akan terbimbing dalam menjalani kehidupan dunia ini. Allahu a’lam