Non Muslim Bukan Saudara Kita

3 menit baca
Non Muslim Bukan Saudara Kita
Non Muslim Bukan Saudara Kita

Dalam Islam, hubungan persaudaraan seiman memiliki makna yang khusus dan mendalam. Persaudaraan dalam agama adalah ikatan yang dibangun atas dasar keimanan kepada Allah ﷻ dan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya.

Inilah tali persaudaraan yang sangat kuat dan bahkan melebihi ikatan persaudaraan karena nasab (garis keturunan) sebagaimana disebutkan oleh para ulama. Setiap mukmin adalah saudara kita meskipun terlahir dari orang tua yang berbeda.

Al-‘Allamah Ibnu Utsaimin rahimahullah menegaskan dalam fatwanya,

فلا يحل للمسلم أن يصف الكافر أي كان نوع كفره، سواء كان نصرانيا، ام مجوسيا، أم ملحدا دهريا، لا يجوز له أن يصفه بالأخ أبدا، فاحذر يا أخي مثل هذا التعبير

“Tidaklah halal bagi seorang muslim untuk mensifati orang kafir dengan sebutan saudara. Apapun jenis kekafirannya, baik dia Nasrani, Majusi, atau Ateis. Waspadalah wahai saudaraku dengan ungkapan seperti ini.” Fataawa Nuur ‘aladdarb 148

Persaudaraan dalam Islam, atau yang dikenal dengan istilah ukhuwah Islamiyyah, merupakan hubungan yang terbentuk atas dasar iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ

“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu.” (QS. Al-Hujurat: 10)

Ayat ini menekankan bahwa ikatan persaudaraan yang sejati hanya dapat terjalin di antara orang-orang yang beriman kepada Allah Ta’ala. Ikatan ini lebih kuat daripada hubungan darah sekalipun. Dalam pandangan Islam, iman adalah kunci yang membedakan antara saudara seiman (muslim) dengan mereka yang berada di luar agama Islam (non-muslim).

Istilah “saudara” dalam konteks aqidah mengandung arti bahwa seorang muslim memiliki kewajiban yang harus ditunaikan terhadap saudara seimannya. Kewajiban ini mencakup menolong, membela, memberikan loyalitas serta menjaga hak-hak saudaranya yang beriman.

Al-‘Allamah Ibnu Utsaimin rahimahullah mengingatkan pentingnya berhati-hati dalam menggunakan istilah ini terhadap non-muslim. Beliau menekankan bahwa tidak boleh seorang muslim menyebut non-muslim sebagai saudara.

Persaudaraan yang didasarkan pada iman dan tauhid adalah barometer dalam menjalin hubungan persaudaraan. Sehingga orang non muslim siapapun dia, sejatinya dia bukanlah saudara kita. Sehingga jangan memberikan predikat saudara kepadanya.

Meskipun non-muslim bukanlah saudara dalam hal agama, Islam tetap mengajarkan umatnya untuk bersikap baik dan adil kepada mereka selama mereka tidak memusuhi dan memerangi Islam serta kaum muslimin. Allah ﷻ berfirman,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Ayat ini menegaskan bahwa meskipun ada perbedaan agama, seorang muslim tetap diperintahkan untuk berbuat baik dan adil kepada non-muslim selama mereka tidak memusuhi atau memerangi umat Islam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga mencontohkan sikap baik terhadap non-muslim dan beliau pun berinteraksi dengan mereka dalam berbagai muamalah duniawi. Beliau pernah menggadaikan baju besi beliau kepada orang Yahudi. Bahkan penunjuk jalan beliau dan Abu Bakr ketika hijrah ke Madinah adalah orang musyrik.

Ini menunjukkan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam semesta. Sekaligus sebagai bantahan terhadap kaum khawarij yang memukul rata bahwa seluruh orang kafir halal darah dan harta nya. Mereka seolah-olah buta bagaimana interaksi Nabi shallallahu alaihi wa sallam terhadap orang-orang kafir di zaman beliau shallallahu alaihi wa sallam.

Meskipun Islam mengajarkan kebaikan terhadap semua orang, interaksi dengan non-muslim memiliki batasan tertentu. Batasan ini berkaitan dengan aqidah dan keyakinan. Salah satu contoh batasan ini adalah tidak diperbolehkannya menyebut non-muslim sebagai saudara. Hal ini penting sebagai upaya untuk menjaga kemurnian tauhid dan aqidah seorang muslim.

Ibnu Utsaimin rahimahullah mengingatkan agar seorang muslim waspada dalam menggunakan istilah saudara kepada non-muslim, karena istilah ini memiliki makna aqidah yang mendalam. Persaudaraan dalam Islam adalah ikatan kuat yang hanya bisa dimiliki oleh mereka yang memiliki keimanan kepada Allah ﷻ. Itulah persaudaraan yang sejati.

Penggunaan istilah saudara kepada non-muslim dapat mengaburkan batasan-batasan aqidah yang harus dijaga oleh setiap muslim. Dalam Islam, seseorang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya berada di luar lingkaran persaudaraan keimanan. Oleh karena itu, penting bagi seorang muslim untuk menjaga kefahaman yang benar tentang siapa yang disebut saudara dalam Islam. Allahu a’lam

Abu Hanan Faozi

“Barang siapa yang keluar (rumah) untuk mencari ilmu maka dia termasuk orang yang berada di jalan Allah sampai dia pulang.” HR. At-Tirmidzi)

Lainnya

  • Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Hendaknya orang yang shalat berhenti sebentar di setiap bacaan ayat dari surat al-Fatihah. Dia...
  • Bulan Ramadhan adalah momentum yang istimewa bagi umat islam untuk meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa...
  •   Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, أنَّ الله سبحانه جعل العلمَ للقلوب كالمطر للأرض، فكما أنه لا حياة للأرض إلا بالمطر...
  • Al-‘Allamah Shalih al-Fauzan hafidzahullah menegaskan, لا أحد يزكِّي نفسه ولا أحد لا يخاف من الفتنة ما دام على قيد...
  • Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan, وكثير ممن لا قدر للدين عنده يقع في ذلك ، ولا يدري قبح ما فعل...
  • Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu menyatakan, مَن لم تأمرهُ صلاتهُ بِالمعروف، وتنهه عن المُنْكر، لم يزدد من الله إلّا بُعدًا...

Kirim Pertanyaan